Monday, January 30, 2006
MENGGAPAI PELITA MENUJU SATU TUJUAN

Terlahir dari satu karunia yang tak ternilai
Tertiup bersama irama nafas kehidupan yang bersemai dalam raga
Tercipta untuk mementaskan selintas warna hidup dari sebuah perjanjian yang maha sakral antara hamba dan Allah Sang Pencipta kehidupan ini
Menggenggam amanah dengan keberanian yang spektakuler dan berusaha untuk meraih impian semusim
Ternyata….
Irama hidup yang ditempuh adalah sebuah pertanggungjawaban, ia bukan permainan
Ia hadir atas sebuah perjanjian yang maha agung, dan bumi ini tempat dimana kehidupan manusia disemaikan,dan ia adalah panggung pementasan amanah
Tiap detik yang kita lalui dilorong waktu kehidupan ini adalah jenak-jenak yang harus dipertanggungjawabakan di hadapan Allah Illahi Robbi
Setiap sisi ruang dan waktu harus merupakan implementasi "ibadah total" kepada Allah Dzat Yang Agung. Sebab hanya dengan kerangka itu, semua alunan gerak langkah kita memperoleh makna hakiki dimata Sang Kekasih Sejati ,Allah SWT , sebagai arah dan tujuan hidup seorang hamba.
Dalam Visi seorang muslim, ibadah itu diejahwantahkan dalam dua kata: imaroh dan khilafah. Inilah amanah besar yang dibebankan kepundak manusia, dan untuk amanah itu pulalah, Allah meniupkan nafas kehidupan kedalam raga manusiawi kita.
Sesungguhnya tingkat kesadaran kita akan hakikat ini akan menentukan tingkat ‘intensitas’ kehadiran jiwa dalam menjalani irama hidup. Sebab kesadaranitulah yang mengikat jiwa kita secara terus menerus dengan misi penciptaan kita. Seperti mata, jiwa yang memiliki kesadaran begini, selamanya akan terbuka membelalak menatap setiap jejak langkahnya. Dan dari telaga kesadaran inilah kita meneguk mataair kecemerlangan. Sebab air telag itulah yang memberikan kit adorongan dengan tenaga jiwa yang tak pernah kering.

Oh...., duhai hidup...
Engkau ternyata adalah masa karya. Setiap kita diberi rentang waktu yang kemudian kita sebut umur, untuk berkarya. Harga hidup kita, dimata kebenaran, ditentukan oleh kualitas karya kita.
Maka….
Sesungguhnya waktu yang berhak diklaim sebagai umur kita adalah sebatas waktu yang kita isi dengan karya dan amal yang dipandang benar oleh Sang Pencipta. Selain itu, ia bukan milikmu. Itulah undang-undang kebenaran tentang hakikat waktu. Kita bukan waktu yang kita miliki . Tapi kita adalah amal yang kita lakukan.
Dalam relung hakikat itupulalah Allah SWT menurunkan titah-Nya untuk’berpacu’ dan ‘berlomba’ dalam medan kehidupan. Hidup adalah jalan panjang yang kita lalui. Tak satupun diantara para peserta kehidupan itu yang diberi tahu dimana dan kapan ia haruis berhenti. Sebab tempat pemberhentian pertama yang engkau tempati berhenti ialah takkalah tempat ajalmu menjemput. Akhir dari masa karyamu……….

Serta jangan jadikan usia dan semua hambatan duniawi lainnya merintangi gejolak jiwa kita untuk berkarya dan berkarya. Bahkan dalam proses berkarya sekalipun, memberi dan lelah karena-Nya, kita justru menemukan makna kehadiran kita dipanggung kehidupan ini, sesuatu yang memberikan kelezatan jiwa.

Obsesi amanah inilah telah melepaskan jiwa kita dari lingkaran ketegangan daya tarik duniawi. Sebab sesungguhnya berkarya dan memberi itu adalah menapaki tangga menuju langit ketinggian. Dan hambatan terbesar yang selalu memberatkan langkah kita adalah daya tarik dunia.

Kita tak akan memperoleh keringan jiwa untuk berkarya dan memberi kecuali ketika kita berhasil membebaskan jiwa kita dari lingkaran ketegangan daya tarik duniawi itu. Dan untuk pembebasan itu, selain faktor imaniyah lainnya, kesadaran akan amanh kehidupan ini merupakan kekuatan pembebas yang sangan kuat.

Bila….
Suatu ketika engkau berkesempatan berdekat-dekat dengan jiwa, rasakanlah bahwa ada jenak-jenak dimana tali kecapi nuranimu bergetar menyenandungkan hakikat kehidupan ini. Dan bila engkau mendengar dengan telinga hatimu, engkau akan menemukan pesan menuju langit ketinggian.

Majulah saudaraku menuju surga indah yang luasanya seluas langit dan bumi. Hadirkan nuansa akhirat dan semua makna yang berkaitan dengan kata ini dalam benak kita setiap saat.

Lukisan kenikmatan surga meringankan semua beban kehidupan duniawi dalam diri kita. Lukisan kenikmatan surga meringakan langakah kaki kita menyusuri napak tilas perjuangan yang penuh onak dan duri. Tak ada duri yang sanggup menghentikan langakah kita. Sebab duri itu justru memberikan kenikmatan jiwa saat jiwa duniawinya sedang bermandikan sungai surga. Lukisan kenikmatan surga melahirkan semua kehendak dan kekuatan yang terpendam dalam dasar kepribadiannya. Tak ada kehendak dan kebaikan yang tak menjelma menjadi realita. Tak ada tenaga raga yang tersisa dalam dirinya, semua larut dalam arus karya dan amal.

Lukisan kedahsyatan neraka memburamkan keindahan syahwati dalam pandang matahatinya. Lukisan kedahsyatan neraka mematikan semua kecenderungan pada kejahatan. Sebab kejahatan itu sendiri telah berubah menjadi neraka dalam jiwanya, saat sebelah kakinya telah terjerembab kedalam neraka dgn satu kejahatan, dan kaki yang satu akan menyusul dengan kejahatan yang kedua. Lukisan kedahsyatan neraka menghilangkan semua rasa kehilangan kepahitan dan penyesalan dalam dirinya saat ia mencampakan kenikmatan syahwati.

Lukisan surga dan neraka memberi kita kesadaran yang teramat dalam tentang waktu. Makna kehidupan menjadi begitu sakral, suci dan agun ketika ia diletakan dalam bingkai kesadaran akan keabadian. Kaki kita menapak dibumi, tapi jiwa kita mengembara dilangit keabadian dari telaga keimanan ini, kita meneguk semua kekuatan jiwa untuk dapat mengalahkan hari-hari. Seperti apakah kenikmatan yang bisa diberikan syahwat duniawi kepadamu, jika engkau letakkan dalam neraka jiwamu. Seperti apa pulakah kepahitan yang dapat diberikan penderitaan duniawi kepadamu,jika ia engkau simpan dalam surga jiwamu.

Lukisan surga dan neraka yang memenuhi lembaran surat – surat makkiyah, terkadang dipaparkan Allah SWT denga gaya ilmiah yang begitu logis. Sama seperti Allah terkadang malukiskannya dengan gaya deskripsi, begitu sastrawi dan menyeni, seindah – indahnya atau semengeri – mengerikannya. Lukisan pertama menyentuh instrumen akal dan melahirkan ‘al – yaqin’ akan kebenaran hari kebangkitan (akhirat). Lukisan kedua menyentuh instrumen hati dan selanjutnya diharapkan melahirkan ‘khaufan wa Thoma’an’.

Begitulah al-iman bil yaumil akhir itu menjadi telaga tempat kita meneguk semua kekuatan jiwa untuk berkarya. Begitulah al-iman bil yaumil akhir itu menjadi mesin yang setiap saat ‘memproduksi’ watak – watak baru yang positif dan islami dalam struktur kepribadian kita.

Untuk ‘memfungsikan’ keimanan kita seperti ini, kita harus menghadirkan maknanya setiap saat dalam benak dan hati kita.
Sebab......
“..... . dari makna – makna kubur inilah akan lahir akal yang kuat dan tegar bagi sang kehendak.” Kata Musthofa Shidiq Al-Rofi’i.

Duhai saudaraku berproseslah ke arah Sang Maha Kehendak bagai busur anak panah yang rindu akan berjumpa dengan Allah Robbul Izzati.

Amin Allahuma Ya Allah tegarkan saudaraku kuatkan jiwanya untuk menepuh langit yang tinggi,siramilah dia dalam semerbak indahnya kasih sayang-Mu yang tak pernah pudar, serta bentengi dia dalam naungan hidayah –Mu dan hiasilah jiwanya dalam keindahan bertawakkal kepada-Mu.

Rabbana aatinaa fiddun-ya hasanatan,wafil aakhirati hasanatan,waqinaa ‘adzabanaari.


.:mila
posted by kamil @ 7:43 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
about me
My Photo
Name:
Location: surabaya, east-java, Indonesia

me just ordenary people like human being , nothing special, :), important think of me is openmind people, friendship....,Hanya manusia biasa yang sedang berusaha berbuat sesuatu dalam hidup. Meraih cita - cita tertinggi, menjadi hamba Alloh, bukan Hamba dari selain-Nya

Pengunjung
Free Hit Counters
Pembaca

Kalender
Reminder one day prayer times
Reference
HTI, Ustadz M. Shiddiq Al-Jawi, Muslim Muda
Taman Pikir&dzikir
Other site of me
mE, my friendster blog,
Brother
Mamad-Aceh, Mulyadi-Aceh, Alex-Aceh, Radzie-Acehkita, ady-Jakarta, hikaru-Magelang, Aryanto-Makasar, Balung-Surabaya, Andres-Jember, monce-Jakarta, Yasin-Japan, Frenky-Yogya
Sister
Ihan chayang-Banda Aceh, Hani-Cilacap, Ucy-Jakarta, Ifa, ryokhu_Yogyakarta, ocha-Jakarta, Evy-Medan
Nasehat&Celoteh Saudaraku
Arsip
Banner

Powered by Blogger